,
BALI - Seorang warga (39) yang juga kelahiran Jakarta ini, kebingungan hingga pusing tujuh keliling lantaran akses jalan menuju rumahnya ditutup oleh...
Jakarta- Notaris Ngadino memutuskan akan maju pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Tangerang sebagai bakal calon Walikota periode...
BALI - Kasus dugaan pemerasan dan pengancaman yang dilakukan oleh seorang terapis pijat asal Buleleng, Bali bernama Ni Luh Putu Sudiarmi di...
Makassar, Suara Journalist KPK  Tim penyidik kejaksaan menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan perpustakaan...
Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe seakan tak henti-hentinya berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kasus yang membelitnya cukup...
Jakarta, Suara Journalist KPK Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi oleh KPK. Tak tanggung-tanggung,...
13 Februari 2020 | Dibaca: 1335 Kali
ILLCA : “DPR & Pemerintah Mesti Ajak Pakar Bidang Ketenagakerjaan Tentang RUU Omnisbus Law Cipta Kerja”

Jakarta. Pada 12 Februari 2020 lalu setelah banyaknya tekanan yang mempertanyakan mengapa RUU Cipta Kerja masih disembunyikan, akhirnya diserahkan oleh Pemerintah kepada DPR bersamaan dengan Naskah Akademiknya. Omnibus Law RUU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan mengubah, menghapus atau menetapkan pengaturan baru 3 Undang-Undang yakni UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 40/2004 tentang Sistem JamSos Nasional, dan UU No.24/2011 tentang BPJS. UU ini terdiri 15 Bab yang berisikan 174 Pasal.

Dr. Ike Farida, S.H., L.L.M. Mengatakan “Kita juga harus mempertimbangkan bagaimana implementasinya kedepan, karena omnibuslaw ini bukan sistem yang berlaku dinegara seperti kita ini berlaku dinegara common law, (seperti di USA tidak ada aturan, misal besok kamu tidak usah datang lagi kekantor tidak ada aturan yang melarang) jadi tingkat competisinya cukup tinggi”.

Selanjutnya “Sedangkan kita disuguhi oleh Omnibus Law, dan kita tidak pernah tahu apa itu omnibus tiba – tiba diberikan Omnibus Law ini modifikasi juga bukan itu patut juga dipertanyakan” ujar Ibu Farida kepada awak media.

Ada beberapa Ketentuan-ketentuan yang mengalami perubahan antara lain tentang :

Pertama. TKA, RUU Cipta Kerja ini tidak ada perubahan signifikan. TKA tetap wajib memiliki pengesahan RPTKA dari Pemerintah Pusat.

Kedua. Tentang PHK, Pekerja yang di PHK diberikan jaminan oleh pemerintah dengan adanya Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Manfaatnya al: Pelatihan dan Sertifikasi, Uang tunai serta fasilitas penempatan.

Ketiga. PESANGON, dalam RUU ini, ketentuan Pasal 156 UUTK tidak berubah. Sebelumnya sempat ada wacana bahwa pasal 156 UUTK akan dicabut dan digantikan oleh JKP, namun ternyata tidak dicabut dan JKP tetap diberikan. Bagi investor asing pasal ini sangat krusial karena dianggap beban besar dalam proses PHK. ILLCA menilai Pasal ini perlu diubah karena idealnya JKP dijamin dan dibayarkan oleh Pemerintah (bukan oleh pengusaha dan pekerja). RUU Cipta Kerja juga mengatur bahwa pesangon tidak lagi membedakan alasan PHK, dan uang penggantian hak bukan lagi kewajiban melainkan bersifat opsional), ketentuan pelaksananya diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Keempat. Penghargaan lainnya adalah aturan baru dalam RUU. Dimana pengusaha wajib untuk membayar maksimal 5 bulan gaji kepada pekerja yang sudah bekerja lebih dari 12 tahun, 4 kali jika bekerja 9 thn dst. Menurut ILLCA kewajiban ini akan membebani pengusaha, karena wajib dibayar paling lama 1 tahun sejak RUU Cipta Kerja diundangkan (bagi pekerja PKWT dan PKWTT) yang telah bekerja sebelum RUU ini disahkan. Belasan milyar harus dikeluarkan belum lagi jika ditahun itu pengusaha harus bayar bonus. Meskipun ketentuan ini tidak wajib bagi pengusaha kecil dan mikro, namun ketentuan ini membebani pengusaha. Dapat dibayangkan berapa besar jumlah yang harus dibayarkan oleh Pengusaha. lebih jauh ketentuan ini dapat membuat jera investor yang sudah ada. Adapun bagi calon investor dapat menimbulkan citra buruk dan mengurungkan niat untuk berinvestasi di Indonesia (karena kekhawatiran sewaktu-waktu aturan serupa mungkin saja dikeluarkan pemerintah). ILLCA berharap agar ketentuan ini tidak diberlakukan karena akan kontra produktif dengan tujuan RUU Cipta Kerja itu sendiri.

Kelima. Upah. tidak banyak perubahan, namun fasilitas pemberian upah bagi pekerja di pasal 93 ayat (2) mengalami perubahan. Pekerja yang haid, menikah, menjalankan perintah agama dan seterusnya tidak lagi dibayar upahnya, namun harus mengambil cuti tahunannya.

Keenam. Terkait PKWT; dihapusnya pasal 59 UUTK memberikan konsekuensi bahwa mempekerjakan PKWT menjadi lebih flexsibel dan tidak rigid. Pekerja PKWT juga akan mendapatkan uang kompensasi pada saat kontrak kerjanya berakhir dan/atau pekerjaan selesai (Psl 61 A RUU) yang besarannya ditetapkan oleh Pemerintah. Ini menguntungkan pekerja.

ILLCA menyayangkan sikap pemerintah yang tertutup selama ini, dan berharap DPR lebih tegas dan berani untuk bersikap jika memang benar-benar ingin menciptakan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia sekarang ini jumlah pengangguran lebih dari 7 juta orang. Sedangkan angkatan kerja setiap tahun bertambah sebanyak 2 juta orang. ILLCA minta agar DPR melibatkan unsur masyarakat, organisasi bidang ketenagakerjaan, akademisi dan ahli dalam mengolah RUU Cipta Kerja.


 
Jl. Sunan Drajad No. 2B, Kel. Jati. Kec. Pulo Gadung
Kota Jakarta Timur. DKI Jakarta 13220
Telp. : 021 4786 3331
Mobile/HP : 0813.8438.7157 -

Perwakilan Jawa Tengah
Omah Journalis.
Jl. Raya Pati - Jepara
Desa Payak Barat, RT. 09/RW III. Kec. Cluwak, Kab. Pati
Kode Pos 59157. Telp/WA. : 0878 1504 0283
>