20 Desember 2019 | Dibaca: 1631 Kali
Sidang Kasus Umpatan “Kutu Kupret”, JPU: Terdakwa Terbukti Bersalah
Sidang lanjutan dugaan tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik yaitu kata-kata “KUTU KUPRET” terhadap Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (Apkomindo), Ir. Soegiharto Santoso alias Hoky yang juga menjabat sebagai Wapemred Media Online Info Breaking News dengan terdakwa Ir. Faaz kembali digelar Pengadilan Negeri Yogyakarta, Kamis (19/12/2019).
Agenda sidang kali ini yakni pembacaan replik dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Retna Wulaningsih SH MH untuk menanggapi pledoi Iwan Setiawan SH dan Tim selaku penasehat hukum terdakwa yang telah dibacakan dalam persidangan minggu lalu.
JPU Retna Wulaningsih SH MH dalam repliknya menegaskan; “Bahwa pembelaan yang diajukan oleh Saudara penasehat hukum diawali dengan suatu kesalahan yang sangat fatal sebagai suatu pembelaan yang tidak seharusnya dilakukan.
Mungkin dianggap hal yang kecil dan sepele, namun dari hal yang kecil kita bisa belajar untuk bisa lebih bertanggungjawab untuk hal yang lebih besar. Bahwa kami Penuntut Umum tidak pernah sama sekali mendakwa terdakwa dengan pasal 45 ayat (1) jo pasal 27 ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sebagaimana ditulis Saudara penasehat hukum dalam Pledoinya di halaman 2.”
“Tetapi secara lengkap kami Penuntut Umum hanya mendakwa terdakwa dengan dakwaan Pasal 45 ayat (3) jo pasal 27 ayat (3) UU RI nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Sehingga tidaklah mengherankan pula untuk melihat konstruksi berfikir dari Saudara penasehat hukum yang nampak kebingungan atas pasal dakwaan kami, yang terlihat dari pembahasan-pembahasan selanjutnya.”
“Bahwa Penasehat Hukum terdakwa ternyata juga tidak cukup mengenal kliennya dengan baik, sehingga identitas terdakwa dalam pendidikannya yang sebenarnya seorang sarjana, hanya disebut dengan sebutan diploma. Demikian juga, bahwa nomor register perkara ini adalah dengan NO.REG.PERK: PDM – 62 / YOGYA / 09 / 2019 dan bukanlah No.Reg.Perk.PDM-126/YOGYA/Epp.2/11/2019.”
“Dalam pendahuluan pledoinya sendiri pada halaman 6 bait terakhir, Saudara penasehat hukum sendiri menyusun kalimat yang sungguh sangat membingungkan apa yang dimaksud Saudara Penasehat Hukum dengan mengatakan bahwa “JPU telah keliru menuntut berdasarkan kontekstualitas bukan pada teks (informasi elektronik). Dalam proses persidangan Jaksa mendalilkan bahwa Ir. Faaz selaku anggota APKOMINDO telah salah karena pelapornya adalah ketua APKOMINDO, namun Jaksa mengabaikan fakta bahwa kedudukan pelapor selaku ketua APKOMINDO masih menjadi persoalan hukum tersendiri.”
Dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Ida Ratnawati SH MH dengan anggota Bandung Suhermoyo SH MHum dan Suparman SH MH serta Panitera Pengganti Ratna Dewanti SH, pihak JPU menegaskan persoalan dalam perkara ini sebenarnya perlu dilepaskan dari kedudukan masing-masing pelapor maupun terdakwa dalam organisasi Apkomindo. Melainkan harus melihat teks pada tulisan dari terdakwa yang diposting di Facebook sebagai tanggapan atau komentar atas postingan Hoky.
"Jadi harus melihat secara utuh, tidak boleh hanya sepotong-potong dalam menilainya. Dalam proses persidangan, sebetulnya dalam pembuktian pun kami sebenarnya sudah berupaya untuk tidak masuk ke dalam persoalan organisasi Apkomindo, karena mengenai kepengurusan Apkomindo bukanlah menjadi bagian utama untuk pembuktian perkara ini," tegasnya.
Dalam Replik JPU juga sempat membacakan; “Pernyataan Saudara penasehat hukum diawal tersebut merupakan senjata makan tuan. Jadi ibarat Gajah dipelupuk mata tidak nampak, namun kuman diseberang lautan nampak. Contoh dari keterangan Ali Said Mahanes, Saudara Penasehat Hukum menyampaikan hal yang sangat naif sekali, bahkan ‘sangat tidak penting’ untuk kepentingan apa menuntut bukti keberadaan Ali Said Mahanes di hotel Seoryotaman, padahal fakta hotel tempat pelapor dan saksi Ali Said Mahanes bertemu adalah di hotel Galery Prawirotaman.”
JPU dalam repliknya juga menyatakan keterangan dan pengakuan terdakwa baik dalam BAP maupun di muka persidangan jelas mengakui jika terdakwa-lah yang menuliskan kata 'Kutu Kupret' dalam komentar di Facebook, Sedangkan yang dimaksud dengan 'Kutu Kupret' itu adalah jelas ditujukan kepada Soegiharto Santoso.
"Selain dari itu, sebutan 'Kutu Kupret' sampai 18 kali diulangi dalam komentar lain sebagaimana dapat dilihat pada akun Facebook Soegiharto Santoso maupun akun Facebook Grup Apkomindo. Sehingga sudah sangat jelas komentar tersebut ditujukan kepada siapa, yang tidak lain dan tidak bukan adalah pelapor yaitu saksi korban Ir Soegiharto Santoso alias Hoky," tambahnya.
Belum lagi didukung oleh alat bukti lainnya dari keterangan saksi-saksi yang memang paham komentar terdakwa tersebut merupakan tanggapan atas postingan Hoky. Hal itu diperjelas pula dengan adanya permohonan maaf dari terdakwa yang ditujukan kepada Hoky di akun Facebook Soegiharto Santoso.
"Kami pununtut umum dalam perkara ini berkesimpulan tetap dalam pembuktian kami yang telah menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik sebagaimana dakwaan, bahwa tidak ada alasan pemaaf maupun alasan pembenar atas perbuatan terdakwa, sehingga terdakwa harus dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman yang setimpal dengan perbuatannnya." tegasnya.
Sementara itu, Hoky selaku saksi korban yang hadir dalam persidangan mengatakan; “saya sangat mengapresiasi sekali atas repilk JPU Ibu Retna Wulaningsih SH MH, karena sangat profesional dalam mengungkap perkara, yaitu dengan sangat cermat, teliti, cerdas, berani, tegas serta berintegritas tinggi, saya kagum saat mendengarkan JPU membacakan repliknya, sebab terbukti peran JPU telah dengan benar mengambil porsi untuk mewujudkan keadilan, kebenaran, dan kemanfaatan dalam proses penegakan hukum di NKRI.” Ungkapnya.
“Dalam kesempatan ini saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada teman-teman sesama wartawan yang telah banyak membantu menayangkan berita-berita tentang proses sidang dugaan tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik yang dilakukan oleh Terdakwa, saya merasa beruntung sempat menjadi Ketua Panitia Kongres Pres Indonesia 2019 di Gedung Asrama Haji Pondok Gede Jakarta pada 6 Maret 2019 lalu, sehingga dapat berjumpa dengan 525 wartawan se Indonesia, saya yakin dan percaya teman-teman sesama wartawan akan terus saling membantu menayangkan berita proses sidang ini.” kata Hoky.
Saat dikonfirmasi oleh awak media, tentang apakah benar sempat mengalami proses dikriminalisasi oleh pihak kelompok terdakwa?
Hoky menyatakan; “Benar saya yang sempat kriminalisasi yaitu ditahan secara sewenang-wenang selama 43 hari (24 November 2016 – 05 Januari 2017) di Rutan Bantul, termasuk dituntut penjara selama 6 tahun dan dituntut denda Rp 4 Milyar atas laporan kelompok terdakwa, bahkan sesungguhnya terungkap dalam persidangan di PN Bantul, tentang ada orang yang menyiapkan dana agar saya masuk penjara, seperti tertuliskan dalam salinan putusan Perkara No: 03/Pid.Sus/2017/PN.Btl yaitu: Saksi Henky Yanto TA: dibawah sumpah memberikan keterangan pada pokoknya sebagai berikut: ‘Bahwa saksi tahu siapa-siapa orang yang menyediakan dana supaya Terdakwa masuk Penjara, seingat saksi Suharto Yuwono dan satunya saksi tidak ingat.’, namun akhirnya saya telah dinyatakan tidak bersalah oleh PN Bantul dan Kasasi JPU telah di tolak oleh MA, saat ini salinan putusan dari MA masih belum kembali ke PN Bantul, sehingga saya masih belum memperoleh salinan putusannya.” ungkap Hoky.
Sidang kasus dugaan tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik ini akan dilanjutkan pada pada Kamis (02/01/2020) mendatang, dengan agenda sidang pembacaan duplik pihak terdakwa untuk menanggapi replik dari jaksa penuntut umum. (Red)