,
Jakarta, Suara Journalis KPK. Ketua Umum Gerakan Rakyat Peduli Keuangan Negara (GRPKN) Evert Nunuhitu datang ke Ombudsman (ORI) untuk melaporkan...
Pati, Suara Journalist KPK- Seorang oknum sektetaris desa yang berinisial W, Desa Banyutowo Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati, Jawa Tengah...
BALI - Seorang warga (39) yang juga kelahiran Jakarta ini, kebingungan hingga pusing tujuh keliling lantaran akses jalan menuju rumahnya ditutup oleh...
Kupang, Suara Journalist KPK. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu segera melakukan investigasi sehubungan dengan pemberian kredit Bank...
Makassar, Suara Journalist KPK  Tim penyidik kejaksaan menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan perpustakaan...
Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe seakan tak henti-hentinya berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kasus yang membelitnya cukup...
09 Juli 2024 | Dibaca: 1479 Kali
Gelar Unjuk Rasa SBSI Tolak Tapera

Berlakunya PP No. 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP No. 25 Tahun 2020 sebagai turunan dari UU Tapera telah mewajibkan semua buruh swasta dipotong gajinya sebesar 3 persen, dimana dari nilai itu, upah buruh akan dipotong 2,5 persen dan sisanya 0,5 persen pemotongan akan ditanggung pengusaha/pemberi kerja. KSBSI beranggapan bahwa pemotongan upah tersebut hanya menambah beban bagi buruh buruh di tengah sulitnya ekonomi dan rendahnya kenaikan upah. UU TAPERA juga merupakan pengingkaran tanggung jawab pemerintah dalam menyediakan perumahan yang layak dan murah bagi warga negara.

Melihat situasi dan kondisi upah buruh buruh di Indonesia mash jauh dari kata layak dan sangat terbatas pendapatannya, sangat tidak masuk akal jika pemerintah memaksakan UU TAPERA diberlakukan dua tahun mendatang, yaitu tahun 2027. Bahwa UU TAPERA No. 4/2016 melanggar hak konstitusional rakyat untuk mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja dengan alasan-alasan sebagai berikut:

1. Upah mash keil, belum mencapai kebutuhan hidup layak (rata-rata Rp. 2,9 juta)

2. Buruh dan pengusaha telah diwajibkan membayar iuran jaminan sosial yang cukup besar (buruh 4% & pengusaha 11,74%)

3. Program Tapera tumpang tindih dengan program BPJS ketenagakerjaan

4. Buruh sudah banyak memiliki rumah dengan cara mencicil

5. Hubungan kerja PKWT yang setiap saat dapat di PHK

6. PHK merajalela akibat perusahaan banyak tutup dan terseok-seok, dan pemudahan phk dalam u cipta kerja

7. UU TAPERA diskriminatif (manfaat)

8. UU TAPERA membebani buruh untuk menanggung beban yang seharusnya menjadi beban Pemerintah untuk membiayai fakir miskin

9. Inflasi tinggi

Dengan alasan diatas, maka DEN KSBSI menyampaikan tuntutan sebagai berikut:

1. Menolak pemberlakuan UU TAPERA beserta aturan turunannya;

2. Menuntut Pemerintah untuk melakukan dialog yang terbuka dan transparan dengan pemangku kepentingan tentang kebijakan penyelenggaraan pembangunan perumahan rakyat tapa membebani buruh/buruh melalui tabungan wajib;

3. Menuntut pemerintah melaksanakan Rekomendasi ILO Nomor 115 Tahun 1961 tentang Perumahan Buruh;
Jl. Sunan Drajad No. 2B, Kel. Jati. Kec. Pulo Gadung
Kota Jakarta Timur. DKI Jakarta 13220
Telp. : 021 4786 3331
Mobile/HP : 0813.8438.7157 -

Perwakilan Jawa Tengah
Omah Journalis.
Jl. Raya Pati - Jepara
Desa Payak Barat, RT. 09/RW III. Kec. Cluwak, Kab. Pati
Kode Pos 59157. Telp/WA. : 0878 1504 0283
>