29 Agustus 2023 | Dibaca: 1329 Kali
Taruh Perhatian Serius Terhadap Isu Penanganan Susut Dan boros Pangan Jejaring Pasca Panen untuk Gizi Indonesia Gelar Forum Group Discusion Di Jakarta
Indonesia menaruh perhatian serius terhadap penanganan susut dan boros pangan (food loss and waste). Sebab hal ini telah menjadi isu global.
Dalam menghadapi isu susut dan boros pangan, Indonesia telah mengidentifikasi beberapa kebijakan. Antara lain dengan mengubah perilaku, peningkatan sistem pendukung, penguatan regulasi, optimalisasi pendanaan, pemanfaatan hasil susut dan boros pangan, pengembangan kajian, serta pendataan susut dan boros pangan.
Untuk mendukung upaya tersebut Jejaring Pasca Panen untuk Gizi Indonesia (JP2GI) bekerja sama dengan Kementerian PPN/Bappenas, The Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN) Indonesia dan Life Cycle Indonesia (LCI) Indonesia menggelar acara Focus Group Discussion (FGD) percepatan Pengurangan Susut dan Sisa Pangan di IndonesiaAcara tersebut digelar di Jakarta, (29/08/2023).
Adapun tema yang diangkat dalam Focus Group Discussion (FGD) tersebut adalah "Percepatan Pengurangan Susut dan Sisa Pangan di Indonesia” .
Alasan kenapa acara ini diselenggarakan adalah karena Jejaring Pasca Panen untuk Gizi Indonesia (JP2GI) dan organisasi lain ingin menangani isu global yakni tingginya nilai susut dan sisa pangan di Indonesia.
“Kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan dan merumuskan peta jalan yang komprehensif dalam upaya mengurangi susut dan sisa pangan (SSP) di Indonesia, dengan berfokus pada integrasi nilai-nilai dan tujuan pembangunan berkelanjutan,”ungkap Dr. Soen’an Hadi Poernomo, Ketua Jejaring Pasca Panen untuk Gizi Indonesia (JP2GI).
Acara FGD ini menjadi wadah diskusi bagi para pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, akademisi, perwakilan sektor swasta, industri/pelaku usaha, dan asosiasi/organisasi masyarakat sipil untuk mendiskusikan dan merumuskan pendekatan yang efektif mengurangi susut dan sisa pangan di Indonesia.
Dr. Soen yang hadir dalam acara ini menjelaskan bahwa”Fokus dari FGD ini sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 12.3, yang menargetkan pengurangan separuh susut dan sisa pangan (SSP) di tahun 2030 serta SDGs 2, yang bertujuan untuk mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan, meningkatkan gizi, dan mendorong pertanian berkelanjutan.”
Program ini juga didukung oleh regulasi pengendalian pangan nasional yang tertuang dalam Undang-Undang No 18 Tahun 2012 tentang pangan yang mengamanatkan pembangunan Sistem Pangan untuk mewujudkan Ketahanan Pangan melalui Kemandirian dan Kedaulatan Pangan.
Susut dan sisa pangan telah menjadi tantangan global yang tidak hanya mempengaruhi keberlanjutan pangan, tetapi juga kesehatan masyarakat dan lingkungan. Berdasarkan data FAO (2011), sekitar 1,3 miliar ton makanan terbuang setiap tahunnya setara dengan sepertiga produksi makanan global yang berkontribusi menghasilkan sekitar 8% emisi gas rumah kaca dunia. Statistik ini menegaskan urgensi untuk mengembangkan strategi komprehensif dalam mengatasi masalah ini.
Berdasarkan data The Economist (2021), Indonesia menempati posisi ketujuh sebagai negara penghasil SSP terbesar di dunia. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2021, menyebutkan bahwa sampah sisa makanan menjadi komposisi sampah yang paling banyak yaitu sebesar 29,1 persen dari total sampah.
Selain berpengaruhterhadap upaya mewujudkan ketahanan dan kemandirian pangan, susut dan sisa pangan juga berkontribusi terhadap perubahan iklim yang kemudian juga berdampak terhadap produktivitas hasil panen.
Dr. Soen menjelaskan,”Susut pangan (food loss) merupakan makanan yang mengalami penurunan kualitas ataupun hilang yang disebabkan oleh berbagai faktor selama prosesnya dalam rantai pasokan makanan sebelum menjadi produk akhir. Susut pangan biasanya terjadi pada tahap produksi, pasca panen, pemrosesan, hingga distribusi dalam rantai pasokan makanan. “
Sementara itu, Sisa pangan (food waste) adalah makanan yang telah melewati rantai pasokan makanan hingga menjadi produk akhir, berkualitas baik, dan layak dikonsumsi, tetapi tetap tidak dikonsumsi dan dibuang. Makanan yang dibuang ini termasuk yang masih layak ataupun dibuang karena sudah rusak. Sisa pangan biasanya terjadi pada tingkat ritel dan konsumen, tambah Dr. Soen.
Kegiatan ini menghadirkan beberapa pembicara yang berkompeten di bidangnya diantaranya Dr. Vivi Yulaswati – Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, Kementerian PPN/Bappenas RI dengan topik “Peningkatan kualitas Manajemen Pangan Menuju Indonesia Emas 2045“ Dilanjutkan dengan paparan dari Dr. Anang Nugroho, (Perencana Ahli Utama Bappenas RI, National Convener UNFSSD 2021) yang memaparkan “Rancangan Peta Jalan Pengurangan Susut dan Sisa Pangan (SSP) 2025-2045”.
Acara dilanjutkan dengan sesi diskusi oleh panelis dari Kementerian/Lembaga pemerintah, industri, pelaku usaha dan oganisasi yang peduli terhadap pengurangan susut dan sisa pangan di Indonesia serta para undangan lain yang hadir.
Hendro Utomo direktur Foodbank of Indonesia (FOI) yang turut hadir dalam acara tersebut menjelaskan bahwa Makanan yang berlebih atau sisa (tidak disantap) dapat menghasilkan Gas metana yang tercipta dari sampah makanan yang membusuk dapat menipiskan lapisan ozon sehingga dapat meningkatkan suhu Bumi dan memperparah pemanasan global.
"Sampah makanan merupakan isu yang serius dan membutuhkan usaha bersama untuk menyelesaikannya" ujarnya.
Sejak didirikan pada tahun 2014 silam kami FOI bergerak di bidang sosial dan saat ini sudah menjangkau banyak kabupaten kota di Indonesia.
Ia menambahkan kami fokus untuk menyelamatkan makanan sebelum menjadi limbah, jadi yang masih bisa diselamatkan oleh manusia. Fokus kami kedua yaitu mengolah makanan sisa yang tidak bisa diselamatkan untuk pakan hewan.
Tercatat ada sekitar 400 ton makanan yang bisa kita selamatkan pada saat pandemi covid 19 kemarin. Makanan tersebut kami salurkan kepada pihak yang membutuhkan. Kami akan terus menjalankan program kami karena menurut kami mendapatkan pangan merupakan hak asasi manusia ujarnya.
Acara ini diselenggarakan oleh Jejaring Pasca Panen untuk Gizi Indonesia (JP2GI) JP2GI sendiri adalah wadah untuk berkomunikasi dan bekerjasama untuk menurunkan kerugian pasca panen dan meningkatkan status gizi masyarakat. Hingga September 2021, JP2GI telah memiliki 642 anggota yang tersebar di 28 provinsi dengan berbagai latar belakang profesi , sebagian besar bekerja sebagai pedagang ikan, pengolah ikan, dan nelayan kecil (47,8%), pegawai pemerintah (13,5% ), akademisi/peneliti/mahasiswa (11,8%), produsen/distributor pangan, pedagang besar/ pemodal ikan, manufaktur, ritel/ koperasi) (9,5%), asosiasi/ NGO/ CSO (4,7%), lain-lain (12,9%).
Untuk Info lebih lanjut Jejaring Pasca Panen Untuk Gizi Indonesia (JP2GI) Sekretariat : Menara Palma, 7th Floor Suite 705 - Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 6 Blok X-2, Jakarta Selatan