,
BALI - Seorang warga (39) yang juga kelahiran Jakarta ini, kebingungan hingga pusing tujuh keliling lantaran akses jalan menuju rumahnya ditutup oleh...
Jakarta- Notaris Ngadino memutuskan akan maju pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Tangerang sebagai bakal calon Walikota periode...
BALI - Kasus dugaan pemerasan dan pengancaman yang dilakukan oleh seorang terapis pijat asal Buleleng, Bali bernama Ni Luh Putu Sudiarmi di...
Makassar, Suara Journalist KPK  Tim penyidik kejaksaan menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan perpustakaan...
Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe seakan tak henti-hentinya berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kasus yang membelitnya cukup...
Jakarta, Suara Journalist KPK Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi oleh KPK. Tak tanggung-tanggung,...
29 April 2018 | Dibaca: 1437 Kali
Wakil Ketua Umum Bidang Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Laskar Merah Putih : RPP Titipan Kebijakan ?

Rusdi Legowo

Jakarta, SuaraJournalistKPK - Wakil Ketua Umum Bidang Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Laskar Merah Putih, Rusdi legowo menolak penerapan cukai terhadap plastik. Pasalnya, selain merugikan beberapa pihak, kebijakan tersebut dinilai telah dianggap gagal di beberapa negara. Rusdi juga menduga, RPP tersebut diduga hanya sebuah “titipan kebijakan” untuk beberapa kalangan tertentu saja.

Dalam keterangannya kepada awak media SJKPK, Sabtu (28/4) malam dikantor redaksi media ini memberikan beberapa poin terkait RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BARANG KENA CUKAI BERUPA KANTONG PLASTIK. Berikut poin poin tersebut :

Kami mengerti dari RPP tersebut bahwa pengenaan cukai adalah kepada seluruh kantong plastik, kecuali beberapa kriteria yang tidak dipungut. Ada dua kriteria pengecualian spesifik yang menjadi masalah :
  1. cukai tidak dipungut penerapan kantong plastik tidak kena cukai apabila kantong plastik memiliki ketebalan 50micron atau lebih”. Kriteria ini akan membuat banyak kantong plastik yang dibuat dan dipakai menjadi tebal samapi 5x dari yang sekarang (saat ini banyak kantong tebalnya hanya 10 -15 micron). ini menyalahi prinsip pengelolaan sampah 3R dimana biarpun dengan tujuan agar kantong tersebut bisa di recycle, tapi tidak boleh menyalahi prinsip reduce (pengurangan). Jika ini sampai terjadi maka tonnase pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) akan semakin meningkat, karena setelah plastik di recycle pun pada akhirnya akan ke TPA juga. selain itu semua plastik tambahan ini  akan membutuhkan proses yang lama untuk hancur dan terurai. Kami selaku pemerhati lingkungan sangat keberatan dengan paradigma ini, karena di australia pun kebijakan serupa sudah terbukti tidak berhasil dan butuh di kaji ulang. https://www.theguardian.com/environment/2018/jan/30/single-use-plastic-bags-ban-under-security-as-shoppers-switch-and-ditch-reusables
  2. “dibuat seluruhnya dari polimer yang ramah lingkungan tanpa mengindahkan adanya bahan penambah lain”. Pernyataan ini mengarah secara sempit ke teknologi tertentu, sehingga sarat akan potensi konflik kepentingan. Padahal untuk kantong plastik ramah lingkungan sudah diterbitkan Ekolabel Type 1 SNI dan Type 2 Swadeklarasi Kantong Ramah Lingkungan oleh PUSTANLINGHUT KLHK sendiri dan juga SNI 7188.7-2016 Kategori Produk Tas Belanja Plastik dan Bioplastik mudah terurai. Di dalamnya  sudah ada pilihan “ pilihan teknologi ramah lingkungan baik Bioplastik maupun OxoBiodegradebale UI (Oxo) yang memenuhi uji standar ‘ standar test internasional. Mengapa pengecualian cukai ini tidak mengacu ke SNI tersebut yang sudah dibuat oleh KLHK sendiri, sehingga tidak seakan-akan setiap kementrian mendefinisikan apa yang “ramah lingkungan” dan apa yang tidak, sehingga menjadi konflik informasi di masyarakat. Ironis juga kalau produk yang sudah SNI kantong belanja ramah lingkungan dikenakan cukai. Kredibilitas pemerintah yang dipertaruhkan dalam hal ini.
  3.  Larangan lainnya adalah “pabrik dilarang menghasilkan barang selain kantong plastic, dan semua inventaris, mesin, harus dipisah antara produksi kantong dan bukan kantong dalam revolusi industri 4.0 dan ekonomi digital dimana sudah berkembang sejak tahun 2011, mesin serbaguna sudah diterapkan hampir kepada semua kalangan industri dimana 1 alat dapat menghasilkan beberapa produk dimana hal itu diharapkan dapat meminimalisir dan menekan biaya produksi sehingga perusahaan dapat memaksimalkan produksinya dan meningkatkan kesejahteraan para pegawainya. Larangan ini tidak akan bisa diimplementasikan secara praktis karena akan secara langsung mengurangi efisiensi mesin dan daya saing industri dalam negeri.
Isi dalam RPP tersebut juga mengindikasikan adanya ketidaklengkapan informasi yang didapat para pembuat kebijakan dan lebih buruknya dapat diinterprestasikan sebagai “titipan kebijakan” untuk beberapa kalangan tertentu. Dalam pembuatan kebijakan aspek keadilan dan objektivitas perlu diterapkan sehingga menjadi win “ win solution untuk semua pihak yang terkait baik masyarakat, pemerintah, maupun industry/pengusaha demi keberlangsungan lingkungan hidup yang berkeadilan dan lestari. (red)
 
Jl. Sunan Drajad No. 2B, Kel. Jati. Kec. Pulo Gadung
Kota Jakarta Timur. DKI Jakarta 13220
Telp. : 021 4786 3331
Mobile/HP : 0813.8438.7157 -

Perwakilan Jawa Tengah
Omah Journalis.
Jl. Raya Pati - Jepara
Desa Payak Barat, RT. 09/RW III. Kec. Cluwak, Kab. Pati
Kode Pos 59157. Telp/WA. : 0878 1504 0283
>