,
Sungguh tragis Rekayasa Laporan keuangan yang terjadi pada BUMN dan  perusahaan terbuka (Tbk) yang listed dibursa saham seperti pada  PT....
Menjadi tanggung jawab Direksi, menyajikan laporan keuangan yang sesuai prinsip dan standar akuntansi yang diterima umum, merupakan kewajiban yang...
Aksi demonstrasi Jaringan Mahasiswa Hukum Indonesia (JMHI) di kantor pusat Bank Rakyat indonesia dan gedung Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) pada 15...
Makassar, Suara Journalist KPK  Tim penyidik kejaksaan menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan perpustakaan...
Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe seakan tak henti-hentinya berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kasus yang membelitnya cukup...
Jakarta, Suara Journalist KPK Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi oleh KPK. Tak tanggung-tanggung,...
22 Maret 2018 | Dibaca: 1690 Kali
Cadar Itu Ilmiah, Tidak Ada Hubungannya Dengan Islam Moderat Dan Islam Radikal

Darmawijaya, S.S.,M.Si, Direktur LSIPI Maluku Utara & Dosen Ilmu Sejarah Universitas Khairun Ternate

Oleh
Darmawijaya, S.S.,M.Si
Direktur LSIPI Maluku Utara & Dosen Ilmu Sejarah Universitas Khairun Ternate
 
Sejak Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta melarang mahasiswi yang menggunakan cadar di kampus, isu cadar menjadi isu  nasional yang  hangat dibicarakan oleh masyarakat, termasuk di berbagai media sosial.  Rektor UIN Sunan Kalijaga  Prof. Yudian Wahyudi  telah menandatangani Surat Edaran Nomor B-1301/Un.02/R/AK.00.3/02/2018 perihal Pembinaan Mahasiswa Bercadar. Surat edaran itu ditujukan kepada dekan fakultas, direktur pascasarjana, dan kepala unit atau lembaga pada 20 Februari 2018.  Mereka diminta untuk mendata dan membina mahasiswi bercadar dan data diberikan kepada Wakil Rektor III paling lambat 28 Februari 2018. “Surat edaran dibuat untuk menertibkan kampus mengingat Kementerian Agama ingin kampus menyebarkan Islam moderat, yakni Islam yang mengakui dan mendukung Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.” Ujar Prof. Yudian  dalam jumpa pers di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, senin, 5 Maret 2018. (Liputan 6. Com).

Prof. Yudian mengajak  mahasiswi yang bercadar untuk kembali pada inti Al Quran, yaitu keadilan. Ia menegaskan, bahwa keadilan  adalah  pondasi peradaban  dan Islam di sini adalah Islam yang adil. Ia melarang mahasiswi bercadar  dalam rangka menyelamatkan kepentingan umum di atas  kepentingan khusus.  Ia mengingatkan agar warga kampus jangan sampai terjebak pada aliran-aliran radikal. (Liputan 6.com).

Sebagian besar tokoh Islam  menilai bahwa Cadar bagian dari keimanan seseorang, jadi tidak perlu dipermasalahkan.  Pendapat  mereka memang benar, bahwa Cadar adalah bagian dari pelaksanaan keimanan dalam beragama dan itu mendapatkan perlindungan secara konstitusi dalam ketatanegaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).  Realitas ini sangat memungkinkan, bagi pihak yang merasa dikorbankan bisa membawa masalah ini ke pengadilan, karena kebijakan Rektor UIN Sunan Kalijaga ini melanggar  konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),  yaitu  pasal 29 ayat 2 UUD 1945,  yang berbunyi, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaanya”.  Berdasarkan pasal  29 ayat 2 ini, maka perilaku menggunakan cadar  dalam lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) termasuk masuk dalam kategri “beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya”.  Sejauh, mereka dalam menggunakan cadar itu berdasarkan sebuah kesadaran, bukan karena dipaksa oleh pihak-pihak tertentu.

Selain bertentangan dengan pasal 29 ayat 2 UUD 1945, kebijakan Rektor UIN Sunan Kalijaga  juga tidak dibangun di atas argumen Islam yang kuat. Argumen Islam Moderat, yaitu Islam yang mengakui Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika  adalah argument  yang lemah.  Penulis justru melihat ada kontradiksi dalam argument tersebut.  Justru melarang menggunakan Cadar itu adalah salah bentuk tindakan yang tidak menghargai  Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika itu sendiri.  Seharusnya, Cadar  dimaknai sebagai salah satu unsur  dari kebhinekaan itu sendiri. Ketika Cadar diposisikan sebagai aliran radikal, maka kebhinekaan itu menjadi cacat, karena Cadar bukan merupakan simbol radikal, namun cadar adalah bagian dari pengamalan dari pasal 29 ayat 2 UUD 1945. Pancasila dan Kebhinekaan bisa mengakomudasi orang-orang yang bukan Islam, namun mengapa Pancasila dan Kebhinekaan tidak bisa mengakomodasi unsur-unsur Islam itu sendiri.

Kebijakan itu juga bertentangan Islam yang adil yang menjadi pondasi peradaban yang dibangun  oleh UIN Sunan Kalijaga. Islam yang adil adalah Islam yang bisa menghargai kebhinekaan itu sendiri secara proporsional.   Islam yang adil adalah Islam yang bisa menghargai dan tidak memaksa orang lain untuk memeluk agama Islam, “bagi mu agama mu dan bagi ku agama ku”, mari kita hidup saling menghargai  dalam batas-batas yang proporsional. Itulah gambaran keadilan Islam. Jika Islam bisa bersikap adil pada orang yang tidak mengakui Islam sebagai agamanya, terus mengapa Islam tidak bisa bersikap adil pada orang Islam sendiri yang ingin menggunakan Cadar sebagai bentuk ibadah mereka kepada Allah Subhana Wata’ala dan anehnya lagi, larangan itu justru dikeluarkan oleh kampus yang menggunakan logo Islam.

Cadar Itu Ilmiah

Di luar argumen konstitusi, kebhinnekaan dan keadilan di atas, Penulis ingin memperkuat argumen Cadar, bahwa  Cadar itu tidak ada hubunganya dengan Islam Moderat dan Islam Radikal. Cadar itu Ilmiah dan bisa diuraikan secara ilmiah. Uraian ilmiah untuk memperkuat, bahwa Cadar itu tidak ada hubungannya dengan budaya Arab dan  ajaran Islam radikal.

Data-data memperlihatkan, bahwa saat ini perkembangan Islam di Eropa saat ini cukup pesat. Orang Eropa yang masuk Islam bukan dari orang awam yang tidak berpendidikan. Mereka berasal dari kalangan ternama, seperti ilmuan, pendeta, politisi dan selebritis.  Penulis memprediksi, bahwa  Muslimah  Eropa di masa yang akan datang akan ikut  menggunakan Cadar. Mereka menggunakan Cadar, bukan karena  mereka ikut budaya Arab dan Islam Radikal. Mereka  menggunakan Cadar, karena mereka menyadari, bahwa  Cadar akan menjadi sebuah kebutuhan bagi mereka  ketika mereka berada di ruang publik.

Mereka menyadari diri, bahwa sebagai perempuan,  mereka  sengaja diciptalan oleh Allah dalam keadaan indah. Keindahan itu adalah keindahan alami   untuk menarik lawan jenis dalam  memandang mereka.  Wajah merupakan salah satu bagian tubuh perempuan yang sering  menarik perhatian  kaum laki-laki.  Pertanyaan sainstifiknya  adalah mengapa kaum laki-laki suka memandang kaum perempuan?  Pertanyaan ini sudah dijawab oleh Allah, Tuhan yang telah menciptakan manusia berpasang-sangan di dalam  Al Quran.  Allah berfirman: “Dijadikan indah dalam pandangan manusia atas apa-apa yang mereka inginkan, yaitu wanita-wanita, anak-anak…” (Ali Imran, 3: 14). Ayat ini menegaskan, bahwa dalam  Hukum Penciptaan, perempuan itu memang diciptakan dalam keadaan yang indah sehingga kaum laki-laki  mudah  merasa tertarik pada nya.  Apa tujuannya?  Allah sebagai Tuhan Sang Pencipta, tentu lebih tahu atas apa-apa yang telah diciptakan-Nya, termasuk diciptakannya perempuan dalam keadaan yang indah. Tujuannya tentu adalah tujuan yang positip, bukan tujuan yang negatif, yaitu untuk melengkapi kebahagiaan manusia itu sendiri agar manusia bisa lebih sempurna kebahagiaannya sebagai makhluk sekaligus khalifah Allah di muka bumi.

Apa akibatnya jika Allah tidak memciptakan perempuan  dalam keadaan yang indah?  Tentu akan membawa dampak negatif  bagi kehidupan manusia.  Jika perempuan tidak diciptakan dalam keadaan indah, tentu sangat  susah kaum laki-laki untuk merasa tertarik padanya. Jika kaum  laki-laki  tidak merasa tertarik pada kaum perempuan, maka akan sulit terjadi pernikahan. Apabila pernikahan  sulit  terjadi,  maka  manusia pun akan kesulitan dalam  membangun peradaban.

Pada dasarnya semua perempuan  itu diciptakan dalam keadaan indah, sehingga mampu menarik lawan jenisnya.  Namun ada sebagian  perempuan yang diberikan  keindahan di atas rata-rata, sehingga sangat mudah menarik perhatian orang lain di ruang publik. Seringkali, jika perempuannya memiliki sifat pemalu, maka akan sering menunduk untuk menghindari mata nakal yang sering mengarah padanya.

Di dalam ajaran Islam, menggunakan Cadar bukan sebuah kewajiban, namun penjelasan di atas, terutama bagi kaum perempuan yang memiliki keindahan wajah di atas rata-rata, tentu Cadar akan menjadi sebuah “Perlindungan Ilmiah”, ketika mereka berada di ruang publik.  Cadar akan membuat kaum perempuan lebih nyaman di ruang publik untuk menjaga kenyamanan diri dari pandangan kaum laki-laki   yang secara penciptaannya, memang menyukai sesuatu yang indah. Masalah itu sudah dikabarkan Allah dalam surat Ali Imran di atas.

Sebagai kesimpulan, Penulis melihat, bahwa kebijakan Rektor UIN Sunan Kalijaga  sudah terjebak dengan istilah Islam Moderat dan Islam Radikal dalam melihat  perilaku umat  Islam.  Seharusnya, perilaku umat Islam itu harus dilihat dari Al Quran dan Hadis Sahih, dua sumber utama ajaran Islam, bukan dari   pendekatan Islam moderat, Islam Radikal, Islam Nusantara, Islam Timur-Tengah dan sebagainya.  Pendekatan  yang paling tepat adalah bagaimana memahami Islam sesuai dengan sumber utamanya, yaitu Al Quran dan Hadis, serta lima hukum yang menyertainya, yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram yang kemudian dikembangkan secara ilmiah, tanpa ada lagi embel-embel dibelakangnya. Semoga Bermanfaat untuk tatanan dunia yang lebih sehat di masa yang akan datang. Aamiin.
Jl. Sunan Drajad No. 2B, Kel. Jati. Kec. Pulo Gadung
Kota Jakarta Timur. DKI Jakarta 13220
Telp. : 021 4786 3331
Mobile/HP : 0813.8438.7157 – 0856 9018 509
>