,
BALI - Seorang warga (39) yang juga kelahiran Jakarta ini, kebingungan hingga pusing tujuh keliling lantaran akses jalan menuju rumahnya ditutup oleh...
Jakarta- Notaris Ngadino memutuskan akan maju pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Tangerang sebagai bakal calon Walikota periode...
BALI - Kasus dugaan pemerasan dan pengancaman yang dilakukan oleh seorang terapis pijat asal Buleleng, Bali bernama Ni Luh Putu Sudiarmi di...
Makassar, Suara Journalist KPK  Tim penyidik kejaksaan menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan perpustakaan...
Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe seakan tak henti-hentinya berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kasus yang membelitnya cukup...
Jakarta, Suara Journalist KPK Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi oleh KPK. Tak tanggung-tanggung,...
16 November 2022 | Dibaca: 1378 Kali
KTT 20 Langkah Strategis Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia

Jakarta - Indonesia telah menunjukkan kemampuannya dalam menghelat KTT G20 di Bali, 15 - 16 November 2022. Hal itu dibuktikan dengan hadirnya 17 kepala negara dalam konferensi bertaraf internasional tersebut. Apalagi Indonesia merupakan negara berkembang pertama yang menjadi tuan rumah KTT G20.  Sehingga acara ini dapat dikatakan menjadi pertaruhan bagi wajah Pemerintahan Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

Pengamat Maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Centre (IKAL SC) Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa mengungkapkan, pelaksanaan KTT G20 dapat dipakai sebagai ajang diplomasi untuk mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. 

"Saya memiliki harapan terhadap kegiatan KTT G20 ini. Semoga kegiatan ini dapat dijadikan sebagai ajang diplomasi Indonesia kepada negara-negara lain yang berkepentingan dengan wilayah kemaritiman Indonesia guna mewujudkan visi misi poros maritim dunia kita. Sehingga Indonesia dapat menunjukkan peradaban maritim, kedaulatan bangsa, dan ketahanan pangan serta energinya," katanya kepada media di Jakarta, Rabu (16/11).

Dia juga berharap KTT G20 dapat menjadi  hal utama pendorong  pembangunan maritim Indonesia masa depan, sehingga dapat menjamin kekuatan ekonomi, sosial, politik, dan jati diri Indonesia di persaingan global.

Apalagi, lanjut Capt. Hakeng saat ini telah terjadi peralihan perhatian dunia dan aktivitas dari wilayah Mediterania  dan Atlantik ke kawasan Indopasifik. "Dengan peralihan perhatian dan aktivitas tersebut  maka wilayah maritim Indonesia kembali menjadi perlintasan strategis. Karena itu Indonesia harus sadar dengan posisinya secara geopolitik dan geostrategis," tegasnya.

Dengan letak Indonesia yang begitu strategis tersebut, maka sudah sepatutnya dapat dijadikan sebagai modal untuk berdiplomasi dalam sektor perikanan dan kelautan. "Indonesia harus memanfaatkan momen perhelatan KTT G20 untuk berdiplomasi terkait pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan dan kelautan yang sama-sama menguntungkan dan berkelanjutan. Serta membahas syarat ekspor produk perikanan dan kelautan dari Indonesia ke negara lain, khususnya negara  anggota G20," ujarnya.


Dalam KTT G20 juga sepatutnya Indonesia dapat membahas mengenai batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) antara Indonesia dengan China, dan Indonesia dengan Vietnam yang wilayah lautnya berdekatan dengan wilayah laut  Indonesia. Atau juga dengan Negara Australia.

"Sebab persoalan ZEE ini kerap muncul ke permukaan dan tidak jarang pula memunculkan konflik antara nelayan Indonesia dan nelayan asing atau nelayan Indonesia dengan pihak aparat penegak hukum negara lain dan sebaliknya," kata Capt. Hakeng pendiri serta Pengurus dari Dewan Pimpinan Pusat Ahli Keselamatan dan Keamanan Maritim Indonesia (AKKMI).

KTT G20 diharapkan juga menghasilkan suatu kesepakatan dalam memberikan perhatian dan perlindungan bagi para penyumbang devisa negara yakni Pelaut Kapal Niaga ataupun Pelaut Perikanan. Sebab, masih banyak perlakuan kurang adil yang diterima oleh Pekerja Migran Indonesia terutama yang bekerja sebagai Pelaut Perikanan (PMI PP) yang bekerja di atas Kapal Penangkap Ikan Berbendera Asing.

Berdasarkan laporan studi bertajuk "Potret Kerawanan Kerja Pelaut Perikanan di Kapal Asing: Tinjauan Hukum, HAM, dan Kelembagaan" yang diluncurkan Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) pada 31 Agustus 2022 lalu,  PMI PP masih dihadapkan dengan praktik-praktik perbudakan modern dan perdagangan manusia. 

Tim Peneliti IOJI mengidentifikasi lima akar masalah yang menghambat perlindungan PMI PP, antara lain 1) kelemahan instrumen hukum di tingkat internasional, regional, nasional, dan daerah; 2) tumpang tindih kewenangan dan kelembagaan dalam perlindungan PMI PP; 3) ketimpangan relasi kuasa antara PMI PP dan pemberi kerja; 4) pelanggaran sistemik pada proses perekrutan dan penempatan PMI PP; serta 5) kelemahan sistem informasi, penanganan pengaduan, dan rendahnya akuntabilitas.

"Dari temuan tersebut diharapkan pemerintah dapat melakukan perundingan dengan negara-negara lain yang banyak memanfaatkan tenaga kerja Pelaut Perikanan Indonesia. Sehingga dapat ditemukan titik terang penyelesaian yang saling menguntungkan," pungkas Capt. Hakeng.
Jl. Sunan Drajad No. 2B, Kel. Jati. Kec. Pulo Gadung
Kota Jakarta Timur. DKI Jakarta 13220
Telp. : 021 4786 3331
Mobile/HP : 0813.8438.7157 -

Perwakilan Jawa Tengah
Omah Journalis.
Jl. Raya Pati - Jepara
Desa Payak Barat, RT. 09/RW III. Kec. Cluwak, Kab. Pati
Kode Pos 59157. Telp/WA. : 0878 1504 0283
>