14 April 2021 | Dibaca: 2458 Kali
Siapa di Balik Dugaan Rekayasa Laporan Keuangan Bank Mandiri dan BRI Tahun Buku 2018 – 2019 Senilai 54,2 Triliun Rupiah
Menjadi tanggung jawab Direksi, menyajikan laporan keuangan yang sesuai prinsip dan standar akuntansi yang diterima umum, merupakan kewajiban yang ditegaskan dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN, dan UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Bahwa Direksi perusahaan diminta membuat laporan keuangan sebagai pertanggungjawaban kepada pemegang saham. Laporan keuangan perusahaan, jelas menjadi tanggung jawab Direksi dan Komisaris perusahaan. Larangan melakukan rekayasa laporan keuangan itu sudah di tegaskan dalam beberapa regulasi, akan tetapi masih ada aja perusahaan yang nelakukan hal tersebut.
Ketua Investigasi Media SJ-KPK, Evert Nunuhitu mengatakan bahwa dugaan Rekayasa Laporan Keuangan (RLK) itu sama dengan ‘Korupsi”. Korupsi yang hanya dapat dilakukan oleh professional dibidang keuangan (Akuntansi) sehingga tidak banyak diketahui oleh masyarakat. Lebih lanjut Evert Nunuhitu mengatakan bahwa dugaan telah terjadi Rekayasa Laporan Keuangan senilai Rp.54.248.584.000.000 (Lima Puluh Empat Triliun Dua Ratus Empat Puluh Delapan Milyar Lima Ratus Delapan Puluh Empat Juta Rupiah) yang terjadi pada laporan keuangan PT.Bank Mandiri (Pesero)Tbk senilai 26.9 triliun rupiah lebih dan pada PT.Bank Rakyat Indonesia (Pesero)Tbk. Senilai 27,2 triliun rupiah lebih pada periode 2018-2019, seharusnya dipandang sebagai OTT Korupsi biasa, atau dapat dideskripsikan sebagai OTT yang dilakukan secara ilmiah atau “OTT – ILMIAH”.
Menurut Evert Nunuhitu dengan belum ditanggapinya tudingan Rekayasa Laporan Keuangan (RLK) oleh direksi kedua bank plat merah tersebut (Bank Mandiri dan Bank Rakyat Indonesia), menunjukkan adanya indikasi (signal) yang kuat terhadap kejahatan koorporasi pada kedua bank tersebut. Tindakan tidak adanya keterbukaan (transparansi), Akurat (akuntabel) dari angka-anka dalam laporan keuangan yang di publikasikan, dan kopetensi serta kejujuran (professional) yang sedang dipertontonkan oleh direksi kedua bank plat merah tersebut (Bank Mandiri dan BRI) adalah bentuk arogansi dan penghianatan terhadap kepercayaan publik, yang harus dipertanggung jawabkan secara moral dan hukum dikemudian hari.
Sungguh aneh direksi dari Bank Mandiri dan Bank Rakyat Indonesia enggan untuk melakukan klarifikasi yang hanya memerlukan waktu yang relatif singkat, sebab yang diklarifikasi adalah perbedaan dari pos-pos pada laporan keuangan yang dibuat sendiri oleh kedua bank tersebut (Bank Mandiri dan BRI), kecuali benar bahwa telah terjadi rekayasa yang berujung pada perbuatan korupsi yang merugikan keuangan negara.
Menurut Evert Nunuhitu secara rasional sangat mungkin terjadi rekayasa pada laporan keuangan periode 2018 dan 2019, mengingat bahwa ada pilpres ditahun 2019, dan tidak menutup kemungkinan bahwa ada eksekutif bank yang berambisi untuk menduduki posisi yang lebih tinggi dari posisinya sebagai eksekutif dibank, jika dapat melakukan kontribusi maksimal dalam perhelatan pilpres ditahun 2019 yang lalu, dan dugaan kemungkinan tersebut sangat jelas terlihat pada realita yang yang terjadi sesuai proses berjalannya waktu.
Pada tahun 2018 sampai pada kuartal ketiga 2019, Kartika Wirjoatmodjo adalah Dirut Bank Mandiri, kemudian dia diangkat lansung menjadi Komisaris Utama Bank Mandiri setelah dia tidak lagi menjabat sebagai Direktur utama Bank Mandiri. Posisi komisaris utama yang diduduki oleh Kartika Wirjoatmojo ini mendapat respons penolakan dari berbagai elemen mayarakat, karena dia baru saja digantikan sebagi Dirut Bank Mandiri, dan terkesan pengangkatannya sebagai komisaris utama Bank Mandiri untuk menyelamatkan kinerjanya jika terdapat kecurangan, setelah mendapat respon yang keras dari masyarakat, akhirnya Kartika Wirjoatmodjo yang juga adalah Wakil Menteri-II BUMN ditarik dari komisaris bank Mandiri, dan kemudian diangkat sebagai Komisaris utama Bank Rakyat indonesia. Jadi jelas bahwa keengganan klarifikasi rekayasa laporan keuangan oleh direksi Bank Mandiri dan bank Rakyat Indonesia dapat dimaknai sebagai keenggan seorang Kartika Wirjoatmodjo yang saat ini sebagai Wamen II BUMN yang membawahi bidang perbankan dan keuangan.
Mendiamkan persoalan ini dan tidak melakukan klarifikasi akan menimbulkan persoalan baru, Analisa laporan keuangan bank-bank pemerintah dan perusahaan perusahaan dibawah kementerian BUMN tetap dilakukan oleh Gerakan Rakyat Peduli Keuangan dan elemen masyarakat yang peduli terhadap pemberantasan korupsi, sehingga penyimpangannya akan mencapai ratusan trilun rupiah, dan pada waktunya, pasti akan menjadi ledakan tuntutan klarifikasi yang tidak dapat dibendung. Oleh karena itu agar tidak berkembang opini-opini negatif seperti tersebut diatas yang akan membuat gaduh negeri ini, dan untuk mencegah opin-opini liar yang dapat menimbulkan prasangka negatif terhadap eksekutif dan komisaris Bank yang telah bekerja secara professional, maka sungguh bijak jika bapak Erick Thohir Sebagai Menteri BUMN memerintahkan Wamen II nya Karika Wirjoatmojo untuk mengkoordinir direksi Bank Mandiri dan Bank Rakyat Indonesia agar dapat segera melakukan klarifikasi terhadap dugaan rekayasa (Korupsi) yang terjadi di bank masing-masing, sehingga tidak menimbulkan spekulasi politik liar yang membuat gaduh negeri ini.
Evert Nunuhitu (Ketua Investigasi Media SJ-KPK & Ketua Umum GRPKN).