Jakarta-SuaraJournalist.KPK.ID - Komunitas Adat Masyarakat Papua Anti Korupsi (Kampak) Mendatangi kantor Badan Pengawasan Mahkamah Agung Republik Indonesia di jakarta, untuk melaporkan terdakwa mantan bupati Biak Numfor Thomas Ondi ke Presiden dan MA.
Sekjen LSM Kampak Papua Johan Rumkorem mengatakan, mereka ke Badan Pengawasan MA RI untuk mempertanyakan kinerja hakim di tanah Papua. Karena mereka sangat kesal dengan perilaku Hakim di Papua yang tidak bekerja secara professional sehingga menghambat kesejahteraan dan pembangunan di tanah Papua. Mereka meminta Presiden harus tegas, bila perlu Presiden memanggil ketua MA untuk mempertanyakan kinerja penegak hukum di tanah Papua, terutama hakim-hakim yang tidak memberikan efek jerah kepada pejabat penyelenggara negara yang korup.
“kemiskinan dan keterpurukan pembangunan di Papua hancur karena tidak ada efek jerah kepada pejabat penyelenggara Negara yang rakus uang Negara dan menyengsarakan rakyat, barangkali papua ini bukan bagian dari NKRI, sehingga proses penanganan hukum di Papua di biarkan begitu saja, saya pikir ada diskriminasi penanganan hukum di papua,” tegas johan.
Johan menambahkan, terdakwa berdasarkan penetapan Majelis hakim pengadilan negeri Jayapura kelas IA yang mengadili perkara pidana Nomor 68/Pid.Sus-TPK/2017/PN Jap. Pengadilan negeri Jayapura menetapkan penahanan terdakwa dari tahanan rutan ke tahanan kota di Jayapura sejak tanggal 8 Desember 2017, dalam penetapan tersebut, terdakwa dilarang keluar dari kota Jayapura selama terdakwa menjalani penahanan kota di Jayapura tanpa ijin majelis hakim, akan tetapi sampai saat ini terdakwa masih bebas hirup udara segar di luar dan melakukan kegiatan kampanye di Biak.
Berdasarkan keterangan dokter, terdakwa mengalami sakit gagal ginjal stadium IV yang memerlukan penanganan medis secara insentif dan kontinu. Saya kira kalau sakit yang sudah memasuki gagal ginjal sampai stadium IV tidak mungkin bekerja dan berpergian sana sini, bahkan terdakwa sendiri sebagai ketua tim pemenang kepada salah satu kandidat di Biak.
Sehingga masyarakat menduga hakim bermain mata dengan terdakwa, karena terdakwa lari ke Biak tanpa alasan yang jelas. Masyarakat meminta agar hal ini disampaikan kepada Presiden agar Presiden memanggil Ketua Mahkamah Agung untuk menindak tegas hakim-hakim yang diduga melakukan kejahatan yang terindikasi pada tindakan gratifikasi atau penyuapan.
Kasus ini pernah dilaporkan oleh Ketua Forum Peduli Kawasan Biak Papua John Manibo sejak Desember tahun 2017 lalu. FPKB telah melaporkan tindakan hakim kepada Komisi Yudisial di Jakarta, namun sampai saat ini belum ada kejelasan dari Komisi Yudisial tentang hakim di Jayapura, kekawatiran masyarakat terhadap hakim bahwa diduga ada penyuapan di lembaga tersebut, sehingga terdakwa masih melakukan aktifitas di Biak sebagai ketua pemenang dari salah satu kandidat di Biak.
Apa yang dilaporkan oleh ketua FPKB sudah tepat sasaran, untuk itu mari masyarakat Biak dan Mamberamo sama-sama kawal proses ini karena kekawatiran masyarakat di Biak dan Mamberamo tentang kinerja hakim di Papua tentu membuat orang Papua kehilangan masa depan, kami selalu pertanyakan kinerja penegak hukum di Papua, jangankan Mamberamo, pemda Biak Numfor juga hancur keuangannya karena diduga oknum-oknum dalam pemda Biak juga telah menyelewengkan uang negara sejak tahun 2015 senilai Rp 12 miliar, TA 2016 senilai Rp 176 miliar dan untuk TA 2017 di masa kepemimpinan terdakwa.
Menurut johan, ketika terdakwa menjabat sebagai bupati Biak, kasus korupsi masih ditangani kejari Biak dalam tahapan pemeriksaan, kami juga desak kejari agar segera panggil mantan bupati Biak untuk diperiksa. Karena sejak masa kepemimpinan terdakwa, pemda Biak mengalami disclamer dalam tiga tahun berturut-turut, kami menduga dalam masa kepemimpinan terdakwa di biak, keuangan pemda di biak hancur. Ucap Johan.
Untuk itu, kami minta Kejari Biak segera bongkar Korupsi APBD 2015, 2016 dan 2017. Polemik yang terjadi saat ini, kehadiran terdakwa di Biak membawa sejumlah kritikan kepada pengadilan negeri Jayapura yang tidak bekerja secara professional. Saya pikir masyarakat Papua juga harus dihargai sama seperti masyarakat lain di Kalimantan, Sumatra, Sulawesi dan Jawa karena berdasarkan Undang-undang nomor 28 Tahun 1999, dan Peraturan Pemerintah nomor 71 Tahun 2000 sangat jelas sekali kepada masyarakat agar masyarakat berperan penting untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, dan berperan melakukan pencegahan dalam pemberantasan korupsi. Ataukah undang-undang tersebut diatas hanya berlaku untuk pulau Jawa, sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Jakarta?, Tegasnya.